Oleh: Dafiq Febriali Sahl
Sebuah Cerita Pendek (Cerpen) yang diadopsi dari fakta sejarah tentang perjalanan komiditi gula di Kota Pasuruan.
Kemegahan Proefstation Oost-Java (Sumber: KITLV) |
Kantor Proefstation Oost-Java (Sekarang) (Sumber: Dok. Pribadi) |
Sejak
tahun 1870 aksioma Agrarissche Wet memahat privelese khayalan yang
meneduhkan modal-modal kapitalis (emphyteusis), menumbuhkan gulden
dari bahu-bahu perkebunan, merampas tanah (domain verklaring), dan
menganyam beton-beton bertajuk “pabrik” kendati berteriak “laissez faire
laissez passe!!”.
Keniscayaan
itu menyiram akar-akar rempah (tebu) di perkebunan Pasuruan bak memanggil arwah
untuk diarak dan dikulak di emporium Eropa, hingga oligark berlumur dosa
mengerdilan tebu-tebu J
J. D. Kobus (Sumber: KITLV) |
“Tuanku! Tuanku! tebu tuan menjadi sereh”
lapor Tholib (pengurus kebun tebu POJ) yang tampak terengah-engah muncul
berlarian dari ladang menuju kantor POJ.
Seketika terdiam.
“Baik,
siapkan jamuan!. Lusa Prof. Soltwedel akan aku datangkan” pekik Tuan Kobus sembari
mengelus kening atas berita tiada duga.
J. D. Kobus adalah direktur POJ
selama 1897-1910. Atas legacy memodernisasi Plan Eener Suikerfabriek[1]
pada cekikan penyakit sereh yang meruntuhkan industri tebu dan gula
pasir Nusantara, Kobus diabadikan melalui patung. Prof. Soltwedel adalah
sahabat masa kecil Kobus. Soltwedel adalah pimpinan observator Cultuur
Afdeling[2]
di Vereenigde Java Suiker Producenten berkat kejeniusannya di bidang
biologi.
“Selamat datang kawanku. Ya Tuhan! kau semakin tua”
Kobus memeluk rindu Soltwedel sesaat turun dari kereta di Pasoeroean
Stoomtram Maaschappij (PsSM).[3]
“Tua?, mungkin benar jika kupinjam kumismu” keduanya pun
tertawa.
“Kuterima pesan dan masalahmu yang kau suratkan, untuk
itu kuajak kakakku. Perkenalkanlah ini kakakku! panggil saja Dr. Posthumus”
lanjut Soltwedel.
Posthumus dan Kobus bercengkrama ala barat.
PsSm (Sumber: KITLV) |
Dr. Posthumus di lahan uji coba tebu POJ (Sumber: KITLV) |
Menaiki Delman turunlah mereka di perkebunan POJ.
Angin senja melayani dialog mereka sepanjang jalan
perkebunan.
“Aku mengerti penyakit ini, kurang lebih 1 bulan untuk
menangkap pangkal permasalahannya” tiba-tiba Soltwedel menyajikan harapannya.
“Bisa, tentu bisa!. Bukankah krusial bagi kita untuk menaklukkan
beet sugar dan paceklik (sereh) saat ini?” semangat Kobus
terangguk-angguk memabukkan Soltwedel.
Penantian proses mencekam dari eksplorasi hingga
pengujian melalui alat-alat produksi seperti mesin giling tebu Robinsons
Patent buatan London (1851), dengan menggandeng para peneliti tebu, petani,
dan matun tebu dari penggarap tanah desa termasuk Tholib melalui sokongan gulden
oleh cultuurbanken (bank perkebunan).
Sukar dan ringan dikarungi.
Pagi buta di bulan Desember 1897 menjadi sakral bagi
langkah kaki Soltwedel yang terburu-buru dari laboratorium membawa warta ke
kantor Kobus.
“Kawanku! Kawanku!” Soltwedel menabrakkan jarinya ke
pintu kantor Kobus.
Kobus muncul bermata lebam, “Ada apa kawanku?”.
“Sekian lama kutunggu, tebu varietas POJ 2878
buatanku mampu melawan sereh dan digandakan secara generatif!!”
kegirangan tercermin dari bola mata Soltwedel.
Selepas mengucek mata, Kobus melotot berteriak “Apa!!”.
“Astaga kau berhasil!!, terima kasih banyak kawan!, kejeniusan
kawanku sekali lagi dibuktikan!” kabut haru dari mulut Kobus menarik keduanya berpelukan.
Gemerlap harap menaungi kalbu Kobus melahirkan embrio euforia.
Penanaman bibit tebu (Sumber: KITLV) |
Proses hibridisasi tebu POJ (Sumber: KITLV) |
Sungguh keniscayaan historis, tebu varietas POJ 2878
mahakarya ilmuan POJ meraba-raba dari timur ke barat Pantai Utara Jawa
hingga Nusantara. Loloslah pabrik-pabrik gula di Jawa dari hantu kebangkrutan,
membuat kerakusan borjuis semakin menjadi-jadi hingga terbentuk Nederlandsche
Handelsmaatschappij (NPM).
POJ sendiri melambungkan nadi-nadi produksi (cash
crops) melalui pemekaran in natura (hasil penanaman) dan laverantie
(akumulasi hasil bumi). Saudara Kobus bernama Gerrit Lebret mendirikan pabrik
gula bernama “Naamloze Venootshap Kedawung” di Pasuruan yang menyulap
tebu-tebu menjadi merkantilisme raksasa.
De Oosthoek[4] secara menggila bergelar prestisius: “sentra produksi gula”, mengundang ratusan juta gulden per panennya bagi Nederland dan algoritma-algoritma perseroan terbatas. Pasuruan akhir abad 19 menyambut 2.550.000 pikul gula yang lahir dari jari-jemari petani Pasuruan. Surplus gulden (batig slod) mempersembahkan prasarana: “Brigade irigasi”, jalan-jalan raya, kereta api, jembatan-jembatan, pelabuhan, dan loji-loji di Pasuruan sebagai pelayanan suci bagi gula dan tembakau.
Ruang administrasi dan kontrol bahan bakar POJ (Sumber: KITLV) |
“Tuanku!, petani terbaik sudah
siap sesuai perintah” Thalib menuntaskan keharusannya. “Bagus!, nanti kamu
angkut tebu-tebu yang berserakan di pekarangan!, lalu bagi ke
tetangga-tetanggamu!” kedermawanan Kobus tersirat.
“Maaf tuan, bukankah itu terlalu
banyak bahkan untuk satu desa” sahut Thalib.
“Bawa saja semuanya!, dibiarkan
bisa busuk” kabar gembira dari Kobus mewarnai nafas Thalib. “Terima kasih!,
terima kasih tuan” tubuh Thalib menggigil.
Pribumi yang barusan mengeringkan
keringat digaji lunas percikan maslahat.
Fajar demi fajar, POJ dan
N. V. Kedawung membuat pasar-pasar dan stakeholders kewalahan
menadah tebu yang membludak. Alhasil tidak kurang akal, pasca perobekan Terusan
Suez, Koningklijke Paketvaart Maatschappij (perusahaan perhubungan laut)
dibantu Deans Scoot & Co (perusahaan perkapalan Inggris) bersemangat
menganeksasi tebu-tebu Pasuruan itu.
Semua berlangsung utopis, rotasi drainage
membuahi pikiran pribumi dari kalkulasi-kalkulasi liberal, sampai segala fatamorgana
itu sirna tatkala awan peluru menyelimuti Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar